Cerita tentang pemikiran psikoanalitik dan pemahaman uniknya mengenai dinamika kepribadian manusia adalah cerita panjang tentang seorang pemikir brilian, Dr. Sigmund Freud yang membuka babak baru disepanjang usianya mulai dari tahun 1856 sampai 1939 (Sundberg, Winebarger, & Taplin, 2007). Banyak pemikiran dan gagasannya dalam teori psikologi yang begitu substansial sekaligus kontroversial (Alwisol, 2006). Ia telah menuai berbagai macam tanggapan, mulai dari pujian dan kekaguman hingga kritik dan celaan dari berbagai kalangan. Salah satu maha karya revolusioner buah pemikirannya adalah buku “The Interpretation of Dream” atau Tafsir Mimpi yang terbit pada bulan Desember dengan angka tahun terbit 1900 . Buku favorit Freud ini memuat lusinan analisa mimpi untuk mengungkap makna tersembunyi dari dunia bawah sadar dengan istilah yang ia sebut sebagai “Jalan Megah Menuju Ketidaksadaran”. Buku Interpretasi Mimpi ini menawarkan kepada pembaca untuk menyelami dan mengetahui sisi pribadi manusia yang paling dalam dan rahasia.
Sigmund Freud adalah tokoh pencetus aliran psikodinamika dalam dunia psikologi yang begitu fenomenal. Freud percaya bahwa ada sisi gelap dalam diri manusia yang menyimpan ketakutan terlarang, dorongan, nafsu, amarah dan insting yang tersembunyi. Hasrat bawah sadar yang tidak tampak ini tidak hanya diam begitu saja dalam diri manusia, melainkan juga dapat menjadi musuh dan ancaman dari dalam.
Pada pergantian abad di Wina, Austria, Dr. Sigmund Freud mengklaim bahwa ia menemukan pintu baru menuju alam bawah sadar, dengan cara meminta pasiennya untuk menceritakan apa yang ada di dalam pikirannya atau mimpinya semalam, sigmund freud percaya bahwa ia dapat menafsirkan makna yang terkandung dalam sebuah mimpi dengan menggunakan teknik-teknik psikologis tertentu. Dalam klaimnya tersebut Freud berpendapat bahwa tujuan dari mimpi-mimpi yang dialami manusia adalah untuk sarana memuaskan atau pemenuhan hasrat (wish fulfillment) dari dorongan insting alamiah yang tidak bisa diterima oleh masyarakat seperti agresi, kekerasan, atau dorongan seksual.
Baginya, hukum logika yang mengatur dunia sadar tidak berlaku ketika seseorang tidur dan masuk ke dalam dunia mimpi. Di dunia mimpi, manusia bebas berkelana dan berpetualang di dunia fantasi tanpa peduli akan norma atau larangan dari masyarakat sebagaimana ketika manusia dalam keadaan sadar. Pembebasan fantasi ini merupakan jalan menuju pusat alam bawah sadar, dimana mimpi menjadi kunci menuju pintu hasrat terdalam diri.
Di dalam buku “The Interpretation of Dream” Freud juga menjanjikan pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika kepribadian manusia. Terminologi dan gagasannya menyerap dalam kehidupan kontemporer umat manusia. Freud mengajari umat manusia untuk menyadari setiap tindakan dan perasaan yang terkadang kita anggap tidak bermakna seperti selip lidah (slip of tongue) dan tentu saja mimpi. Freud berusaha untuk menciptakan metode tafsir mimpi untuk mengungkap makna sebenarnya dari tindakan manusia yang tampak tak bermakna dan tidak disadari sepenuhnya.
Pada akhir abad ke-19, kesadaran mulai dilihat sebagai proses yang lebih rasional. Dan di balik setiap fungsi psikologis ada sumber fisik dan biologis untuk setiap fenomena mental manusia. Namun demikian, sebelum penemuan-penemuan tersebut muncul, Freud sendiri memandang otak manusia secara lebih mekanis, seperti mesin uap yang ditemukan oleh James Watt (1765). Dia melihat otak sebagai jaringan saraf kompleks dimana neuron mengeluarkan aliran listrik sehingga membutuhkan pengisian kembali (recharge). Freud berimajinasi bahwa mimpi muncul pada proses pengisian kembali ini.
Freud hidup di dalam sejarah eropa yang dimana liberarisme begitu sukses dan ditandai dengan munculnya revolusi industri. Kemenangan itu adalah kemenangan nyata dari ilmu sains dan gagasan-gagasan baru. Namun begitu, masih ada sesuatu yang kurang lengkap pada masa itu, masih ada yang salah, dimana agresi, kekerasan dan kebencian masih menjadi isu utama kala itu.
Maha karya freud tentang mimpi dimulai pada tahun 1887 ketika dia mengamati sejumlah wanita muda yang menderita gejala histeria. Sebuah gejala kompleks yang membingungkan mulai dari rasa sakit/nyeri, kedutan, hingga lumpuh total (paralyzed). Dia semakin yakin bahwa gejala tersebut muncul akibat pembelaan dan pengingkaran yang rumit terhadap rasa sakit dari syok fisik akibat trauma masa lalu yang terlupakan. Ketika itu Freud gagal merawat pasien histeria dengan menggunakan teknik hipnosis. Namun demikian, ketika pasiennya mulai menceritakan tentang mimpi-mimpinya, Freud semakin tertarik dan penasaran. Ia semakin yakin bahwa ada peran yang dimainkan oleh mimpi dalam mengungkap trauma tersembunyi. Saat Freud menafsirkan mimpi, dia bertanya pada pasien mengenai apa yang bisa diingatnya. Mimpi yang diingat tersebut oleh Freud disebut dengan “isi jelas dari mimpi” atau “The manifest content of dream”. Selanjutnya, dia minta pasiennya untuk menghubungkan elemen-elemen mimpinya dan itu berarti pasiennya harus menceritakan setiap hal yang terlintas di benaknya yang terkait dengan mimpi secara keseluruhan maupun rinciannya.
Penafsiran freud tentang makna mimpi didasarkan pada pemahamannya yang luas mengenai sifat manusia. Freud beranggapan bahwa manusia merupakan hewan egois yang memiliki dorongan agresif dan hasrat mencari kenikmatan. Kemudian, manusia belajar untuk menekan dorongan hewani itu ketika dewasa untuk dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Tapi kita (manusia) tidak pernah benar-benar dapat menaklukkan insting primitif itu. Menurutnya, struktur kepribadian manusia terdiri dari tiga bagian: (1) diri hewani yang mengandung inti jiwa yang disebut dengan “id”; (2) “ego” sebagai diri rasional; dan (3) “superego” sebagai representasi tekanan dari masyarakat mengenai apa yang benar (ego ideal) dan salah (conscience). Diri “id” sudah terbentuk sejak manusia itu lahir, sedangkan “ego” dan “superego” terbentuk setelahnya dari kebutuhan untuk bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Seringkali “superego” dan “id” saling berkonflik satu sama lain.
Freud memandang jiwa sebagai medan perang yang penuh konflik dengan berbagai komponen kepribadian yang saling berjuang tanpa henti. Perasaan akan ditekan ketika “ego” atau “superego” terlalu mendominasi “id”. Baginya, perasaan dan emosi yang ditekan dan tidak terekpresikan dengan baik akan menimbulkan permasalahan.
Lebih lanjut, dalam buku “The Interpretation of Dream” Freud memberikan formula yang bisa merasionalkan mimpi yang paling membingungkan sekalipun. Teorinya tersebut mengandalkan bagian dari pikiran yang berfungsi sebagai sensor, sensor yang berfungsi untuk mengedit mimpi-mimpi kita. Jika kita memimpikan pemenuhan hasrat yang sebenarnya, freud mengatakan, “hal itu akan menimbulkan emosi, dan emosi kuat yang tercipta akan membangunkan kita.”. Oleh karena itu, sensor tersebut mengubah isi mimpi yang menyamarkan makna sebenarnya. Freud menyebut proses penyamaran makna ini sebagai transformasi hasrat atau “Dreamwork”, yang terdiri dari beberapa proses. (1) Displacement, menggeser emosi dari satu gagasan ke gagasan lainnya. (2) Condentation, meleburkan banyak gagasan menjadi sebuah simbol. Bersama (3) symbolization dan (4) projection komponen “dreamwork” bergabung untuk mengubah gagasan-gagasan mimpi yang sebenarnya menjadi gambaran mimpi yang lebih bisa diterima. Setelah sensor menyelesaikan “dreamwork”, ego mengatur komponen-komponen aneh mimpi agar mimpi memiliki makna. Proses ini yang kemudian oleh Freud disebut sebagai manifestasi mimpi.
Proses penafsiran mimpi melibatkan penguraian isi “nyata” untuk menemukan makna sebenarnya dari mimpi yang tersembunyi atau isi “mimpi terpendam”. Tafsir mimpi dalam buku Freud sebagian besar bertemakan tentang bagaimana manusia hidup dengan sebuah kehilangan. Bagaimana merasionalkan masa lalu dengan elemen-elemen masa lalu yang telah hilang, dan bagaimana manusia menyimpannya menjadi bentuk yang bermakna untuk kehidupan yang sekarang.
Meskipun banyak yang menentang klaim Freud terkait analisis mimpi, dimana tidak sedikit orang beranggapan bahwa ajaran Freud lebih cenderung sebagai agama ketimbang sains, tidak sedikit karya Freud yang benar secara ilmiah. Setiap orang pernah bermimpi, walaupun mungkin sebagian besar orang melupakannya. Mimpi yang paling nyata datang pada saat kita memasuki fase tidur REM (Rapid Eye Movement). Pada fase ini, mimpi bisa jadi seiintens dan seemosional pengalaman pada kehidupan nyata. Di Pusat Gangguan Tidur Bethesda di Cincinnati, Ohio, pengalaman bermimpi dan tidur hampir diperiksa setiap hari. Di sana, para partisipan di lengkapi dengan elektroda dari EEG untuk mendeteksi gelombang otak pada setiap fase tidur manusia. Terlihat dengan jelas bahwa ketika bermimpi gelombang otak manusia berubah-ubah yang digambarkan sebagai bentuk cuplikan-cuplikan mimpi yang selalu berpindah ruang dan tema. Freud berteori bahwa fungsi mimpi adalah menjaga agar kita tetap tertidur. Hal ini didukung oleh teori REM dimana semakin sering kita alami REM, semakin sering kita bermimpi. Karena REM cenderung terhadi pada paruh kedua di malam hari saat itu kita sering terbangun, dan saat itulah mimpi paling sering muncul. Fungsi sensor mimpi inilah yang oleh Freud diyakini berfungsi untuk menjaga kita tetap tidur. Berdasarkan bukti, maka adalah salah ketika orang-orang menyebut bahwa seluruh teori dan gagasan Freud tidak bisa dibuktikan dalam ranah penelitian laboratorium yang begitu ilmiah.
Freud adalah pemikir yang berani, suka berdebat, suka membantah, dan terkesan sembrono dalam beragumen. Hasil karyanya pernah membuatnya menjadi pribadi yang paling dibenci pada awal abad 19, dan sekaligus menjadi pribadi/psikiater yang paling terkenal di dunia internasional pada tahun 1926. Hasil karya di sepanjang hidupnya telah mengundang decak kagum sekaligus kritik dan celaan nan skeptis. Namun demikian, setidaknya pemikirannya telah memaksa orang-orang untuk berdebat selama bertahun-tahun demi membuktikan bahwa teorinya (Freud) salah, dan itu sekaligus menandakan bahwa Freud adalah salah satu tokoh yang paling berpengaruh di masanya.
Sigmund Freud adalah tokoh pencetus aliran psikodinamika dalam dunia psikologi yang begitu fenomenal. Freud percaya bahwa ada sisi gelap dalam diri manusia yang menyimpan ketakutan terlarang, dorongan, nafsu, amarah dan insting yang tersembunyi. Hasrat bawah sadar yang tidak tampak ini tidak hanya diam begitu saja dalam diri manusia, melainkan juga dapat menjadi musuh dan ancaman dari dalam.
Pada pergantian abad di Wina, Austria, Dr. Sigmund Freud mengklaim bahwa ia menemukan pintu baru menuju alam bawah sadar, dengan cara meminta pasiennya untuk menceritakan apa yang ada di dalam pikirannya atau mimpinya semalam, sigmund freud percaya bahwa ia dapat menafsirkan makna yang terkandung dalam sebuah mimpi dengan menggunakan teknik-teknik psikologis tertentu. Dalam klaimnya tersebut Freud berpendapat bahwa tujuan dari mimpi-mimpi yang dialami manusia adalah untuk sarana memuaskan atau pemenuhan hasrat (wish fulfillment) dari dorongan insting alamiah yang tidak bisa diterima oleh masyarakat seperti agresi, kekerasan, atau dorongan seksual.
Baginya, hukum logika yang mengatur dunia sadar tidak berlaku ketika seseorang tidur dan masuk ke dalam dunia mimpi. Di dunia mimpi, manusia bebas berkelana dan berpetualang di dunia fantasi tanpa peduli akan norma atau larangan dari masyarakat sebagaimana ketika manusia dalam keadaan sadar. Pembebasan fantasi ini merupakan jalan menuju pusat alam bawah sadar, dimana mimpi menjadi kunci menuju pintu hasrat terdalam diri.
Di dalam buku “The Interpretation of Dream” Freud juga menjanjikan pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika kepribadian manusia. Terminologi dan gagasannya menyerap dalam kehidupan kontemporer umat manusia. Freud mengajari umat manusia untuk menyadari setiap tindakan dan perasaan yang terkadang kita anggap tidak bermakna seperti selip lidah (slip of tongue) dan tentu saja mimpi. Freud berusaha untuk menciptakan metode tafsir mimpi untuk mengungkap makna sebenarnya dari tindakan manusia yang tampak tak bermakna dan tidak disadari sepenuhnya.
Pada akhir abad ke-19, kesadaran mulai dilihat sebagai proses yang lebih rasional. Dan di balik setiap fungsi psikologis ada sumber fisik dan biologis untuk setiap fenomena mental manusia. Namun demikian, sebelum penemuan-penemuan tersebut muncul, Freud sendiri memandang otak manusia secara lebih mekanis, seperti mesin uap yang ditemukan oleh James Watt (1765). Dia melihat otak sebagai jaringan saraf kompleks dimana neuron mengeluarkan aliran listrik sehingga membutuhkan pengisian kembali (recharge). Freud berimajinasi bahwa mimpi muncul pada proses pengisian kembali ini.
Freud hidup di dalam sejarah eropa yang dimana liberarisme begitu sukses dan ditandai dengan munculnya revolusi industri. Kemenangan itu adalah kemenangan nyata dari ilmu sains dan gagasan-gagasan baru. Namun begitu, masih ada sesuatu yang kurang lengkap pada masa itu, masih ada yang salah, dimana agresi, kekerasan dan kebencian masih menjadi isu utama kala itu.
Maha karya freud tentang mimpi dimulai pada tahun 1887 ketika dia mengamati sejumlah wanita muda yang menderita gejala histeria. Sebuah gejala kompleks yang membingungkan mulai dari rasa sakit/nyeri, kedutan, hingga lumpuh total (paralyzed). Dia semakin yakin bahwa gejala tersebut muncul akibat pembelaan dan pengingkaran yang rumit terhadap rasa sakit dari syok fisik akibat trauma masa lalu yang terlupakan. Ketika itu Freud gagal merawat pasien histeria dengan menggunakan teknik hipnosis. Namun demikian, ketika pasiennya mulai menceritakan tentang mimpi-mimpinya, Freud semakin tertarik dan penasaran. Ia semakin yakin bahwa ada peran yang dimainkan oleh mimpi dalam mengungkap trauma tersembunyi. Saat Freud menafsirkan mimpi, dia bertanya pada pasien mengenai apa yang bisa diingatnya. Mimpi yang diingat tersebut oleh Freud disebut dengan “isi jelas dari mimpi” atau “The manifest content of dream”. Selanjutnya, dia minta pasiennya untuk menghubungkan elemen-elemen mimpinya dan itu berarti pasiennya harus menceritakan setiap hal yang terlintas di benaknya yang terkait dengan mimpi secara keseluruhan maupun rinciannya.
Penafsiran freud tentang makna mimpi didasarkan pada pemahamannya yang luas mengenai sifat manusia. Freud beranggapan bahwa manusia merupakan hewan egois yang memiliki dorongan agresif dan hasrat mencari kenikmatan. Kemudian, manusia belajar untuk menekan dorongan hewani itu ketika dewasa untuk dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Tapi kita (manusia) tidak pernah benar-benar dapat menaklukkan insting primitif itu. Menurutnya, struktur kepribadian manusia terdiri dari tiga bagian: (1) diri hewani yang mengandung inti jiwa yang disebut dengan “id”; (2) “ego” sebagai diri rasional; dan (3) “superego” sebagai representasi tekanan dari masyarakat mengenai apa yang benar (ego ideal) dan salah (conscience). Diri “id” sudah terbentuk sejak manusia itu lahir, sedangkan “ego” dan “superego” terbentuk setelahnya dari kebutuhan untuk bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Seringkali “superego” dan “id” saling berkonflik satu sama lain.
Freud memandang jiwa sebagai medan perang yang penuh konflik dengan berbagai komponen kepribadian yang saling berjuang tanpa henti. Perasaan akan ditekan ketika “ego” atau “superego” terlalu mendominasi “id”. Baginya, perasaan dan emosi yang ditekan dan tidak terekpresikan dengan baik akan menimbulkan permasalahan.
Lebih lanjut, dalam buku “The Interpretation of Dream” Freud memberikan formula yang bisa merasionalkan mimpi yang paling membingungkan sekalipun. Teorinya tersebut mengandalkan bagian dari pikiran yang berfungsi sebagai sensor, sensor yang berfungsi untuk mengedit mimpi-mimpi kita. Jika kita memimpikan pemenuhan hasrat yang sebenarnya, freud mengatakan, “hal itu akan menimbulkan emosi, dan emosi kuat yang tercipta akan membangunkan kita.”. Oleh karena itu, sensor tersebut mengubah isi mimpi yang menyamarkan makna sebenarnya. Freud menyebut proses penyamaran makna ini sebagai transformasi hasrat atau “Dreamwork”, yang terdiri dari beberapa proses. (1) Displacement, menggeser emosi dari satu gagasan ke gagasan lainnya. (2) Condentation, meleburkan banyak gagasan menjadi sebuah simbol. Bersama (3) symbolization dan (4) projection komponen “dreamwork” bergabung untuk mengubah gagasan-gagasan mimpi yang sebenarnya menjadi gambaran mimpi yang lebih bisa diterima. Setelah sensor menyelesaikan “dreamwork”, ego mengatur komponen-komponen aneh mimpi agar mimpi memiliki makna. Proses ini yang kemudian oleh Freud disebut sebagai manifestasi mimpi.
Proses penafsiran mimpi melibatkan penguraian isi “nyata” untuk menemukan makna sebenarnya dari mimpi yang tersembunyi atau isi “mimpi terpendam”. Tafsir mimpi dalam buku Freud sebagian besar bertemakan tentang bagaimana manusia hidup dengan sebuah kehilangan. Bagaimana merasionalkan masa lalu dengan elemen-elemen masa lalu yang telah hilang, dan bagaimana manusia menyimpannya menjadi bentuk yang bermakna untuk kehidupan yang sekarang.
Meskipun banyak yang menentang klaim Freud terkait analisis mimpi, dimana tidak sedikit orang beranggapan bahwa ajaran Freud lebih cenderung sebagai agama ketimbang sains, tidak sedikit karya Freud yang benar secara ilmiah. Setiap orang pernah bermimpi, walaupun mungkin sebagian besar orang melupakannya. Mimpi yang paling nyata datang pada saat kita memasuki fase tidur REM (Rapid Eye Movement). Pada fase ini, mimpi bisa jadi seiintens dan seemosional pengalaman pada kehidupan nyata. Di Pusat Gangguan Tidur Bethesda di Cincinnati, Ohio, pengalaman bermimpi dan tidur hampir diperiksa setiap hari. Di sana, para partisipan di lengkapi dengan elektroda dari EEG untuk mendeteksi gelombang otak pada setiap fase tidur manusia. Terlihat dengan jelas bahwa ketika bermimpi gelombang otak manusia berubah-ubah yang digambarkan sebagai bentuk cuplikan-cuplikan mimpi yang selalu berpindah ruang dan tema. Freud berteori bahwa fungsi mimpi adalah menjaga agar kita tetap tertidur. Hal ini didukung oleh teori REM dimana semakin sering kita alami REM, semakin sering kita bermimpi. Karena REM cenderung terhadi pada paruh kedua di malam hari saat itu kita sering terbangun, dan saat itulah mimpi paling sering muncul. Fungsi sensor mimpi inilah yang oleh Freud diyakini berfungsi untuk menjaga kita tetap tidur. Berdasarkan bukti, maka adalah salah ketika orang-orang menyebut bahwa seluruh teori dan gagasan Freud tidak bisa dibuktikan dalam ranah penelitian laboratorium yang begitu ilmiah.
Freud adalah pemikir yang berani, suka berdebat, suka membantah, dan terkesan sembrono dalam beragumen. Hasil karyanya pernah membuatnya menjadi pribadi yang paling dibenci pada awal abad 19, dan sekaligus menjadi pribadi/psikiater yang paling terkenal di dunia internasional pada tahun 1926. Hasil karya di sepanjang hidupnya telah mengundang decak kagum sekaligus kritik dan celaan nan skeptis. Namun demikian, setidaknya pemikirannya telah memaksa orang-orang untuk berdebat selama bertahun-tahun demi membuktikan bahwa teorinya (Freud) salah, dan itu sekaligus menandakan bahwa Freud adalah salah satu tokoh yang paling berpengaruh di masanya.